Senin, 14 November 2011
sutera sengkang meteran dan sarung tolaki
kain sutera meteran
sarung adat tolaki
kain baju adat tolaki
inilah sebagian kecil dari produk kami,mulai dari sutera meteran sampai kain adat tolaki,semua tersedia dalam berbagai macam warna ,motif dan ukuran,,
intro
Keberadaan Sutra di Wajo sudah ada sejak sekitar 1950-an, namun saat itu hanya produksi untuk rumah tangga saja berupa kain untuk dijadikan sarung biasa. Tapi, karena tuntutan jaman yang mengajak manusia untuk lebih kreatif, sehingga industri sutra menjadi sarung sudah mulai terjun di pasaran. Harganya pun sangat bervariasi, tergantung dari motiv dan corak. Proses pembuatannya juga cukup panjang, setelah murbey diolah sedemikian rupa sehingga menjadi benang sutra. Setelah itu, baru dilakukan proses pewarnaan pencelupan, kemudian dilakukan pemintalan hingga proses akhir penenunan.
Dalam proses penenunan benang sutera menjadi kain sarung sutera masyarakat pada umumnya masih menggunakan peralatan tenun tradisional yaitu alat tenun gedogan. Alat tenun ini merupakan alat tenun tradisional sederhana yang di gerakkan oleh tangan. Alat ini tersebar di pelosok di pedesaan di Kabupaten Wajo dan biasanya di gunakan secara turun menurun oleh para ibu-ibu rumah tangga dan para gadis desa. Hasil dari alat tenun gedogan lebih banyak dalam bentuk kerajinan tenun sutera (lipa' sabbe)yang di kenal dengan kerajinan tenun Sutera rumah tangga.
Produk yang dihasilkan cukup bervariasi dengan berbagai macam motif dan corak yang , diantaranya "Balo Tettong" (bergaris atau tegak), motif"Makkalu" (melingkar), motif "mallobang" (berkotak kosong), motif "Balo Renni" (berkotak kecil). sobbi'-sobbi', bunga lare', bori' kaca, remaja, cobbo', tunrung majang, bunga caggellung, sobbi' subhana, parabola, unga barelle. Harga yang dipatok cukup beragam, tergantung dari motiv dan coraknya, saat ini mulai Rp 300 ribu hingga 500 ribu per lembar.
Selain itu, juga ada yang mengkombinasikan atau menyisipkan "Wennang Sau" (lusi) timbul serta motif "Bali Are" dengan sisipan benang tambahan yang mirip dengan kain Damas.
Disamping gedogan, juga menggunakan Alat tenun bukan mesin (ATBM). ATBM ini pertama kali masuk dan di pergunakan di Kabupaten Wajo pada tahun 1950an, dimana pada awalnya hanya memproduksi kain sarung samarinda.
ATBM ini merupakan bentuk perlatan yang dapat membuat kain tenun yang tidak di gerakkan oleh tenaga mesin melainkan di gerakkan secara manual dengan tenaga manusia. ATBM di sebut juga alat tenun model TIB berasal dari kata “ testile inrichting Bandung “, karena lembaga inilah yang mula-mula menciptakan alat tenun ini di Indonesia sejak tahun 1912 .
Namun, pada tahun 1980an, ATBM ini sudah mulai memproduksi sarung sutera dengan motif balo tettong hingga dalam perkembangan selanjutnya ATBM bukan saja memproduksi kain sutera tetapi lebih di kembangkan dengan memproduksi kain motif testure polos, selendang, perlengkapan bahan pakaian, asesoris rumah tangga,hotel,kantor dan sebagainya berdasarkan permintaan pasar dan konsumen.
Kegiatan pengembangan persuteraan di Kabupaten Wajo dapat ditemui disemua Kecamatan yang ada, namun khusus dalam pengembangan persuteraan alam dan produksi benang sutera terkonsentrasi di Kecamatan Sabbangparu dan daerah pengembangannya tersebar di Kecamatan Pammana, Kecamatan Tempe, Kecamatan Bola, Kecamatan Gilireng, dan Kecamatan Majauleng.Sedangkan sentra industri penenunan sutera terdapat di Kecamatan Tanasitolo dan daerah pengembangannya tersebar di Kecamatan Tempe, Kecamatan Majauleng, dan Kecamatan Pammana.
Karena, jiwa enterpreneurship yang tinggi dimiliki masyarakat Wajo, sehingga berdampak pada tingginya motivasi mereka untuk mengembangkan komoditas sutera dengan berkreasi, sehinggaselalu mencar inovasi baru untuk menciptakan berbagai macam produk asal sutera bahkan menjalin hubungan kerjasama dengan pengusaha-pengusaha Pertekstilan dari Pulau Jawa termasuk designer-designer ternama Indonesia.
Dalam proses penenunan benang sutera menjadi kain sarung sutera masyarakat pada umumnya masih menggunakan peralatan tenun tradisional yaitu alat tenun gedogan. Alat tenun ini merupakan alat tenun tradisional sederhana yang di gerakkan oleh tangan. Alat ini tersebar di pelosok di pedesaan di Kabupaten Wajo dan biasanya di gunakan secara turun menurun oleh para ibu-ibu rumah tangga dan para gadis desa. Hasil dari alat tenun gedogan lebih banyak dalam bentuk kerajinan tenun sutera (lipa' sabbe)yang di kenal dengan kerajinan tenun Sutera rumah tangga.
Produk yang dihasilkan cukup bervariasi dengan berbagai macam motif dan corak yang , diantaranya "Balo Tettong" (bergaris atau tegak), motif"Makkalu" (melingkar), motif "mallobang" (berkotak kosong), motif "Balo Renni" (berkotak kecil). sobbi'-sobbi', bunga lare', bori' kaca, remaja, cobbo', tunrung majang, bunga caggellung, sobbi' subhana, parabola, unga barelle. Harga yang dipatok cukup beragam, tergantung dari motiv dan coraknya, saat ini mulai Rp 300 ribu hingga 500 ribu per lembar.
Selain itu, juga ada yang mengkombinasikan atau menyisipkan "Wennang Sau" (lusi) timbul serta motif "Bali Are" dengan sisipan benang tambahan yang mirip dengan kain Damas.
Disamping gedogan, juga menggunakan Alat tenun bukan mesin (ATBM). ATBM ini pertama kali masuk dan di pergunakan di Kabupaten Wajo pada tahun 1950an, dimana pada awalnya hanya memproduksi kain sarung samarinda.
ATBM ini merupakan bentuk perlatan yang dapat membuat kain tenun yang tidak di gerakkan oleh tenaga mesin melainkan di gerakkan secara manual dengan tenaga manusia. ATBM di sebut juga alat tenun model TIB berasal dari kata “ testile inrichting Bandung “, karena lembaga inilah yang mula-mula menciptakan alat tenun ini di Indonesia sejak tahun 1912 .
Namun, pada tahun 1980an, ATBM ini sudah mulai memproduksi sarung sutera dengan motif balo tettong hingga dalam perkembangan selanjutnya ATBM bukan saja memproduksi kain sutera tetapi lebih di kembangkan dengan memproduksi kain motif testure polos, selendang, perlengkapan bahan pakaian, asesoris rumah tangga,hotel,kantor dan sebagainya berdasarkan permintaan pasar dan konsumen.
Kegiatan pengembangan persuteraan di Kabupaten Wajo dapat ditemui disemua Kecamatan yang ada, namun khusus dalam pengembangan persuteraan alam dan produksi benang sutera terkonsentrasi di Kecamatan Sabbangparu dan daerah pengembangannya tersebar di Kecamatan Pammana, Kecamatan Tempe, Kecamatan Bola, Kecamatan Gilireng, dan Kecamatan Majauleng.Sedangkan sentra industri penenunan sutera terdapat di Kecamatan Tanasitolo dan daerah pengembangannya tersebar di Kecamatan Tempe, Kecamatan Majauleng, dan Kecamatan Pammana.
Karena, jiwa enterpreneurship yang tinggi dimiliki masyarakat Wajo, sehingga berdampak pada tingginya motivasi mereka untuk mengembangkan komoditas sutera dengan berkreasi, sehinggaselalu mencar inovasi baru untuk menciptakan berbagai macam produk asal sutera bahkan menjalin hubungan kerjasama dengan pengusaha-pengusaha Pertekstilan dari Pulau Jawa termasuk designer-designer ternama Indonesia.
Langganan:
Postingan (Atom)